MELODY DALAM PUISI PART 1

by - July 15, 2016

Melody dalam puisi... Pertama kali baca kalimat itu apa yang ada dalam benak saya? Mungkin berisi syair-syair tentang puisi-puisi yang bermelodi... ada musik yang mengirinya.... atau curahan hati seseorang untuk seseorang yang membuatnya membuat kalimat-kalimat yang membuat orang-orang yang membaca atau mendengarnya atau yang pernah merasakan ataupun yang sedang merasaakan perasaan yang sama ikut hanyut dalam kalimat yang dibuat di dalam syair atau puisi tersebut. Awal mulanya dapat rekomendasi dari kakak untuk membaca satu postingan instagram yang membuat saya begitu terhanyut membaca dan mendengarkan isi dari salah satu postingannya....aaahh bikin saya baper saja.. hihihi... Maklum saya termasuk orang yang gampang baper, gampang terbawa suasana,,, hahahaha

Kalau baca novel atau nonton drama atau diceritain cerita sedih saya teman jadi ikut-ikutan terbawa suasana, sering nya ikut mewek kalau ceritanya sedih... hahaha... dasar manusia baper.... hihihi

Ini nih beberapa kalimat yang mungkin buat kamu bakal baper kalau mambacanya. Cukup membaca nya saja maka kamu bakal baper dalam sekejap.. haahahaha

Ini kutipan-kutipan dari instagramnya kak Panji Ramdana yang saya copas... mungkin bisa menginspirasi buat kalian... Kalau suka sama isinya bisa follow langsung instagramnya,,, ^^ Atau beli bukunya... Saya juga pengen beli bukunya,,, Alhamdulillah sudah ikut Pre Order Buku Pertama dan ke Dua dan buku sudah ada di tangan. yeyeyeye lalalalalala

Banyak dari kita yang pandai dalam menyimpan sesuatu hal. Saking pandainya, kita kadang membohongi diri sendiri. Ketika seseorang bertanya pada kita, “Apa kamu mencintainya? Apa kamu merindukannya?” Dengan tenang kita menjawab “Tidak!” Sayang, lain di bibir lain di hati. “Malam ini aku rindu. Benar, aku benar-benar rindu. Merindukanmu adalah kebenaran yang tak menyenangkan. Tapi mencintaimu? Itu menenangkan.” .
(Dalam Buku "Menuju Baik itu Baik.")

"Aku mencintai kamu yang dengan sungguh-sungguh menghargai perasaanku. Aku berharap kau bukan seseorang yang pandai dalam kebimbangan. Aku membutuhkan kamu yang betul-betul siap dan yakin untuk hidup menua bersamaku. Karena cinta bukan tentang siapa yang telah ada, melainkan tentang siapa yang telah siap. Aku yakin, ketika hari yang ditetapkan-Nya datang. Kita kan dipertemukan pada pertemuan yang mempertemukan pula dua orang terkasih kita. Aku harap kamu segera menujuku, aku menunggu."
Panji Ramdana 2016

"Sudah banyak tulisan-tulisan dalam papan hati ini. Namun papan ini malah menjadi hitam. Karena papan hati ini sudah tak mampu membendung kata perkata lagi. Terlalu banyak yang kusimpan. Sejenak aku berharap pada tiap doa yang kutitipkan. Semoga suatu saat kau bisa meluangkan waktu untuk sesekali melihat di sekitarmu. Seseorang yang selalu berada di sana, menetapkan kamu sebagai mimpi dan harapannya. Tidak memaksa apalagi mengharuskan, hanya saja ... Hargailah."
Panji Ramdana 2016

"Rencana Allah itu lebih indah dari apa yang kita bayangkan, dan inilah cara Allah melindungi dirimu. Berbaik sangkalah, meski saat ini kau tak tahu di mana dan kapan jodohmu mendekat, pernahkah sebelum kamu meminta untuk didekatkan dengan jodohmu kamu berpikir untuk mendekatkan diri kepada Allah terlebih dahulu? Jodoh itu rahasia Allah, sehebat apa kita setia, selama apa kita menunggu, sekeras apa kita bersabar, semua telah ditetapkan-Nya."
Panji Ramdana 2016

“Aku berjanji, saat aku jatuh cinta pada seseorang dan ketika seluruh diriku jatuh padanya. Aku akan mencoba untuk mengetuk pintu rumahmu terlebih dahulu, barulah setelah itu kan kuketuk pintu hatimu.”
 (Dalam Buku “Menuju Baik itu Baik.”)
Panji Ramdana 2016


"Janganlah takut untuk sendiri. Inginlah menjadi seperti mereka yang pandai dalam menjaga. Menjaga hati, perbuatan, dan pandangannya. Sayangnya memanglah sulit untuk menjadi pribadi seperti mereka, terlanjur sulit hingga akhirnya hati ini lebih memilih melihat mereka yang lain yang memperlihatkan kewajaran atas apa yang dilakukannya. Menurutnya itu menyenangkan, membahagiakan, ini hanya untuk mengisi waktu luang saja, dan juga agar bisa lebih bersemangat lagi dalam belajar. Sungguh, niat yang baik akan ternodai jika dilakukan dengan cara yang tidak baik. Kita tahu mana yang terbaik, tapi ketidakbaikan yang dibalut dengan kesenangan akan perlahan menang, dan kebaikan yang sesungguhnya menjadi sirna. Perlahan dan selamanya akan hilang, tidak berbekas di palung hati. Semoga aku, kita dan mereka menjadi pribadi yang diidam-idamkan para calon penghuni surga. Mari berusaha, sebab surga itu bukan murah. Aamiin.".
Panji Ramdana 2016


"Rencana Allah itu lebih indah dari apa yang kita bayangkan, dan inilah cara Allah melindungi dirimu. Berbaik sangkalah, meski saat ini kau tak tahu di mana dan kapan jodohmu mendekat, pernahkah sebelum kamu meminta untuk didekatkan dengan jodohmu kamu berpikir untuk mendekatkan diri kepada Allah terlebih dahulu? Jodoh itu rahasia Allah, sehebat apa kita setia, selama apa kita menunggu, sekeras apa kita bersabar, semua telah ditetapkan-Nya."
Panji Ramdana 2016


"Kamu hebat dengan pengontrolan dirimu. Meski sesekali kau ingin terlihat sama dengan mereka, namun kamu adalah kamu. Yang mengerti dan memahami arti kesendirian yang sebenarnya. Karena justru memang saat ini kita haruslah sendiri. Masih banyak hal yang harus dipikirkan ketimbang memikirkan apakah hari ini ia sudah makan atau tidak? Adakah ada seseorang yang lupa tentang apa yang harus dilakukannya ketika ia lapar? Hal-hal yang mereka lakukan tidak lah lebih penting dari menunggumu yang penuh dengan keanggunan. Kamu pribadi yang baik, terjaga dan pantas untuknya yang saat ini tengah berusaha untuk mendapatkan cintamu. Sabarlah, kamu kuat kamu hebat. Jodoh akan datang di waktu yang tepat, secepatnya. Setepatnya."
Panji Ramdana 2016


"Melingkari kening dengan kemelut di kedalaman malam. Dengan jenuh kota memeluk ia yang tak pernah lelah bermalam. Pulanglah padanya yang tak mampu menyikapi keadaan. Pukulah ia dan patahkan janji murah yang berterbangan. Jangan lagi kau simpan. Itu adalah sebaik-baiknya kenangan. Bukan tentang apa yang kamu rasakan saat ini. Melainkan tentang hikmah di balik semua ini."
Panji Ramdana 2016


"Sahabat. Senakal-nakalnya kamu, aku tahu baikmu seperti apa. Biar saja orang berkata apa tentangmu, sebab mereka hanya mengetahui yang nampak pada luarmu saja. Namun tidak bagiku."
Panji Ramdana 2016



Aku berjanji, saat aku jatuh cinta pada seseorang dan ketika seluruh diriku jatuh padanya. Aku akan mencoba untuk mengetuk pintu rumahmu terlebih dahulu, barulah setelah itu kan kuketuk pintu hatimu.” (Dalam Buku “Menuju Baik itu Baik.”)


"Kekasih adalah ia yang benar-benar telah menjadi milikmu dengan seutuhnya. Bukan hanya sebatas ucapan yang kini begitu mudah bergelimang. Rumah menjadi tempat yang benar bagi sepasang kekasih, suasana cinta yang datang adalah keharusan. Saling mengerti dan memahami meski kata tak terucap."
Panji Ramdana 2016


"Bersamamu, serupa menyelesaikan semua masalah yang ada. Seperti berada di tengah danau dan ditemani alunan suara indah dari yang terindah. Walaupun hanya dua detik kata-kata yang keluar dari mulutmu tentang aku. Ketika kita jauh, setiap dua detiknya aku akan selalu ingat. Bukan tidak mungkin, sebab saat aku di dekatmu, mulutku seakan terus menarik agar membentuk satu senyum simpul. Terimakasih untukmu, karenamu, masalah sebesar apa pun akan terasa lebih ringan. Karena bahumu membantu kesedihanku menjadi bahagiaku."
Panji Ramdana 2016


"Kamu adalah keindahan. Di setiap helai bulu matamu adalah anugerah dari-Nya. Ketika matamu terpejam, itu sudah cukup. Lalu kau buka dengan sengaja. Terimakasih, aku melihat satu masa depanku. Bermain dengan air dan cahaya."
Panji Ramdana 2016


"Sekeras-kerasnya hatiku. Adalah menjadi lembut karenamu yang telah melafalkan namaku di dalam setiap doamu. Terimakasih, karena telah meluangkan waktu berhargamu untukku."
Panji Ramdana 2016


"Sahabat, tegur aku jika aku salah. Tegur aku jika aku terlalu terlena dengan dunia ini. Dan tegurlah aku, jika perlahan aku sudah mulai menjauhimu. Tolong tegurlah aku, karena saat itu aku telah menyia-nyiakan sahabat terbaik sepertimu."
Panji Ramdana 2016


"Diantara mencintai dan dicintai, kau lebih memilih yang mana? Jika tidak keberatan, luangkanlah waktumu untuk memikirkan hati seseorang yang mencintai kita. Kau akan tahu bagaimana sakitnya ia tentang hati yang tak kau anggap itu. Risiko dalam mencinta adalah sakit, risiko dalam dicinta adalah membuat orang sakit. Dan risiko dalam saling mencintai adalah saling kehilangan."
Panji Ramdana 2016


"Aku adalah kayu dan engkau adalah api yang membakarku. Air hujan yang jatuh adalah kesedihanku sebab engkau melukaiku. Namun kau pun hadir kembali, menjadi pelangi yang membaikkan lukaku. Begitulah siklus cintaku, untukmu."
Panji Ramdana 2016


“Malam ini aku rindu. Benar, aku benar-benar rindu. Merindukanmu adalah kebenaran yang tak menyenangkan. Tapi mencintaimu? Itu menenangkan.” Bukan tidak mungkin, sebab saat aku di dekatmu, mulutku seakan terus menarik agar membentuk satu senyum simpul. Terimakasih untukmu, karenamu masalah sebesar apa pun akan terasa lebih ringan. Hanya saja, ingat satu hal. Apa pun yang berlebihan adalah tidak baik. Cinta? Tidak terkecuali. Cinta pada sesama lebih tepatnya. Cintailah seseorang sewajarnya saja. Tanpa kamu melupakan siapa yang telah menciptakan engkau. Dengan ingatan yang jangan sampai mengalahkan ingatanmu pada sang pencipta. Sudahi jika itu terjadi, atau kau sudahi cara mencintamu yang terlalu itu, dengan cinta yang sewajar-wajarnya cinta.
 (Dalam Buku “Menuju Baik itu Baik”) 


"Karena itu, aku hanya bisa mematung di sini. Memperhatikanmu dari kejauhan. Aku tidak ingin terlalu jauh dalam mencintaimu. Bukan aku tak berani. Aku berani dalam mencintaimu. Namun sekarang aku ingin menyembunyikan terlebih dahulu. Katakanlah aku hebat dalam menyembunyikan semuanya. Di depanmu aku mampu, tanpa ada setitik gumpalan kecemburuan. Tapi ketika aku di depanku sendiri, sulit untuk aku menyembunyikannya. Sudah kubilang, menjadi yang untukmu bukan tujuanku untuk sekarang. Aku ingin lebih dulu memantaskan untukmu dan juga untukku sendiri. Aku tidak ingin jika harus membuat kebaikan yang ada padamu sekarang itu berubah menjadi sebuah ketidakbaikan oleh karenaku. Aku ingin belajar, untuk menjadi yang kau dan aku cita-citakan. Yang terbaik. Untuk kita, dan agama kita.
(Dalam Buku "Menuju Baik itu Baik")


"Setiap angin yang berhembus dapat mengibarkan daun-daun lemah tak berdaya. Namun jika kokoh harapan kehidupan dari daun itu. Tak akan ada angin yang mampu membawanya. Serendah atau pun setinggi kedudukannya dari titik palung laut. Jadilah seseorang yang berani untuk keluar dari kondisi yang merogotimu itu. Teguhkan apa yang sebenarnya kamu butuhkan, bukan apa yang mereka butuhkan. Tak usah tergiur jika melihat kebutuhan orang lain. Karena kau hidup untuk bahagiamu, bukan selalu untuk kebahagiaan orang lain.
(Dalam Buku 'Menuju Baik Itu Baik')
Panji Ramdana 2016


"Berlarilah ketika hatimu telah yakin akan keputusanmu. Aku di sini selalu siap untuk membukakan pintu harapanmu. Sebab aku pun berharap, kau akan menemuiku. Kita saling berharap, dan berdo'a, semoga ridho dari-Nya akan datang tepat diwaktu yang tepat. Untuk kita."
(Dalam Cerpen 'Suara Bunga Lavender' dalam Buku 'Menuju Baik itu Baik')
Panji Ramdana 2016


"Seringkali aku bertanya pada diri sendiri, apakah kamu ditetapkan untukku atau tidak? Jika iya, kapan hari itu akan datang? Jika bukan, kapan jawaban tegas itu akan datang? Jika memang kamu adalah ketetapan yang tidak ditetapkan untuk menetap tetap untukku. Namun, kamu tetap adalah ketetapan terindah, dan akan selalu tetap begitu. Pada tiap detik yang hinggap, dalam kebersamaan langit temaram. Aku memandang penuh keyakinan, bahwa kamu adalah pilihanku."
(Dalam Buku "Menuju Baik itu Baik")
Panji Ramdana 2016


"Kamu bisa menjadi apa yang kamu mau, selama kamu benar-benar tahu apa yang kamu mau. Cintailah apa yang telah kamu pilih. Dan semoga kita tidak salah jatuh dalam hal yang kita cintai."
Terkadang kita sering berpikir tentang apakah jalan yang telah kita pilih ini merupakan jalan yang benar-benar kita pilih? Apakah hal yang kita lakukan sekarang ini adalah hal yang benar-benar kita ingin lakukan? Impikanlah apa yang benar-benar kamu inginkan, sebab jika hal itu tidak kamu mimpikan sama sekali, maka akan sulit untuk mencapai hal itu.
Panji Ramdana 2016


Bukankah sebuah kecukupan jika kita bisa melihat senyum seseorang yang kita sukai? Dari balik senyumnya kita bisa mengetahui bagaimana begitu baik hati orang tersebut. Dan pernahkah dengan tanpa sadar kita ikut tersenyum jika melihatnya tersenyum? Tidak ada yang menyuruh bukan? Tidak pula ada yang memerintah, melainkan itu adalah kehendak hati kecilmu. Jangan kau tahan, jangan pula merasa malu jika senyummu kalah indah dengan senyumnya. Karena apa? Karena dengan atau tanpa sadar, pun ada seseorang yang lain yang dengan baik menjadikanmu sebagai alasannya untuk tersenyum. Kamu tersenyum untuknya, dan di sebelahmu ada seseorang yang tersenyum karenamu.”


"Seringkali aku bertanya pada diri sendiri, apakah kamu ditetapkan untukku atau tidak? Jika iya, kapan hari itu akan datang? Jika bukan, kapan jawaban tegas itu akan datang? Jika memang kamu adalah ketetapan yang tidak ditetapkan untuk menetap tetap untukku. Namun, kamu tetap adalah ketetapan terindah, dan akan selalu tetap begitu. Pada tiap detik yang hinggap, dalam kebersamaan langit temaram. Aku memandang penuh keyakinan, bahwa kamu adalah pilihanku. -cont ~(Dalam Buku “Menuju Baik itu Baik”) 


“Aku menyerah, lantas apa cara untuk tidak merindu, selain menemuimu? Jika tidak ada, biarkanlah aku menderita dalam keindahan. Teruntukmu yang kuingini tanpa mengingini aku kembali.”


“Sebab jodoh tidak akan tertukar, mungkin yang kita lakukan sekarang adalah sedang menjaga jodohnya orang lain. Karena itu, sudahilah hubungan tanpa ikatan itu. Bersabarlah dan ikhlaskanlah.”


Mencari yang terbaik itu mudah, semisal yang selalu kau lihat itu, semisal yang selalu kau tetapkan sebagai mimpimu itu. Namun hargailah, ketika di sampingmu ada seseorang yang dengan baik ingin menjadi baik untukmu.”


"Setidak-baiknya aku, adalah menjadi bahagia karenamu yang telah selalu mendengarkan keluh kesahku. Terimakasih sahabat, karena engkau selalu ada dalam bahagia dan sedihku. Sebab sahabat terbaik adalah seseorang yang tidak memperdulikan apakah orang lain membutuhkan kita atau tidak, karena yang penting bahwa kita selalu ada untuk mereka. "
Panji Ramdana 2015


"Tidak akan ada hasil jika tidak ada proses. Jika kita tidak menghargai setiap proses kita, maka hasil yang didapat tidak akan berharga. Hargailah proses awal bangkitmu, jangan pernah samakan awal mulamu dengan tengah-tengah mereka yang sudah lebih dulu berhijrah. Hijab itu tak sekedar menutupi tapi melindungi. (Coba lihat perbedaan dua permen itu, yang satu tertutup dan yang satu lagi terbuka, semut tidak akan mendekati permen yang tetap terlindungi ^^)"  
Panji Ramdana 2015


Berbaringlah, jarak yang telah kita buat jangan pernah kita salahkan. Ia bukan sesuatu yang membuat kita. Tapi kitalah yang membuatnya. Karena mencintai seseorang bukan berarti harus mengucapkan/menuliskan namanya setiap hari. Tapi lebih jauh daripada itu. 
Panji Ramdana 2015


“Bayangkan ketika saat kamu terbangun dari tidur, kamu berada pada dunia tanpa cahaya. Gelap, semua jalan yang telah kau bangun tiba-tiba runtuh. Engkau tak mempunyai harapan dan semangat lagi. Karena itu bersyukurlah, sebab kita masih diberi penglihatan oleh-Nya, sesuatu yang amat diinginkan oleh orang lain. Oleh orang-orang yang menginginkan hidupnya seperti kita.”


Mungkin bagimu aku hanya seseorang yang tidak pandai dalam membuatmu nyaman. Tidak seperti dia yang selalu bisa di sampingmu dan selalu menatap tepat matamu. Namun ketauhilah, aku melakukan itu semua karena aku ingin menjaga pandanganku. Dan dalam malam aku berharap, semoga doa-doaku ini dapat menenangkan hatimu, dan jika dibolehkan, aku ingin memenangkan atas kamu
Panji Ramdana 2015


Yakinilah, atas hati kecilmu yang menuntunmu pada kebaikan. Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hati yang baik, ia tahu mana yang baik dan mana yang paling terbaik. Hanya saja, pikiran tak selalu menerima apa yang hati kecil kita katakan. “Aku belum siap!” Teriak pikiran pada ajakan hati untuk berhijrah maju ke depan. “Lalu kapan hari itu akan datang?” Tanya hati kembali. “Ketika pribadiku sudah baik, saat aku sudah benar-benar siap.” Pikiran menjelaskan dengan harap aku menerima dan menghiraukan bisikan hati kecilku. “Tapi, bukankah ajakanku adalah untuk menjadikan pribadimu lebih baik? Mengapa harus menunda-nunda?” Tak lelah hati selalu mengingatkan tentang kebaikan yang sebenarnya kita sudah tahu. Namun kita selalu memanfaatkan kelemahan waktu dan ketidaksiapan. Sampai hari itu tiba. Entah apakah hari itu akan datang atau tidak, tidak ada yang tahu. Kecuali kita melakukan itu sekarang, hari itu maka benar-benar tiba. 
Panji Ramdana 2015


Rambutmu terlampau indah. Terlebih jika kelak untukku. Jagalah seperti kau menjaga rahasiamu, tersimpan tanpa terlihat. 
Karena yang aku yakini, ia merupakan rahasia terbaik yang pernah aku duga. Sudah siapkah umtuk menjaga rahasiamu? Bukan, melainkan kita.
Berjanji di atas sepenggal rahasia, dan oleh karena kerahasiaan itu janji ini seakan tanpa ada. Tapi lebih daripada itu aku mengingatnya tulus.
 Panji Ramdana 2015


Jika kau benar-benar mencintainya, terjemahkanlah perasaanmu itu dalam sebuah pernikahan. Jangan hanya ingin bermain-main dalam tanpa ikatan. Dengan alasan mencoba dan mencari yang terbaik. Lalu lalang dalam setiap hati yang telah kau lewati. Seolah angin yang tak nampak dalam matamu, tapi tahukah? Setiap hati yang kau tinggalkan itu, nampak penyesalan dan pengharapan yang lebih. Dulu kita memang saling membangga, ucap terimakasih hadir di setiap pertemuan. Namun ketika semua berakhir, berakhir pula saling menyapa kita. Itu yang tidak ingin aku inginkan. Karena itu, cobalah untuk tidak bermain-main. Sebab ia, bukan sesuatu yang bisa kau permainkan dengan mudahnya. Terjemahkan perasaanmu, dalam sebuah pernikahan.
 Panji Ramdana 2015


Seringkali aku bertanya pada diri sendiri, apakah kamu ditetapkan untukku atau tidak? Jika iya, kapan hari itu akan datang? Jika bukan, kapan jawaban tegas itu akan datang? Jika memang kamu adalah ketetapan yang tidak ditetapkan untuk menetap tetap untukku. Kamu akan selalu menjadi ketetapan terindah, dan selalu akan tetap begitu. 
Panji Ramdana 2015


Bagiku hati yang terkuat adalah hati seorang Ibu. Ia akan mengalah untukmu dan selalu akan memaafkan kesalahanmu. Ketauhilah, itu adalah cinta terbaik. 
Panji Ramdana 2015


Kau mendekatiku dengan cara yang baik, dengan cara yang berbeda dengan pria lainnya. Kau mengejarku dengan anggun nan gagah berani. Bukan terus selalu menggodaku di sepanjang waktu. Bukan pula memberikan perhatian yang terus menerus untukku. Melainkan dengan benar kau mendekati siapa yang telah menciptakan kita. Kau meminta dengan tutur kata yang setulus-tulusnya. Entah bagaimana aku mengetahui itu semua. Kini, setelah kita terikat dalam satu janji suci. Aku telah siap mendengarkan semua perjuanganmu untuk bisa mendapatkanku. Dan yang perlu kau tahu, bahwa aku… senang mendengarnya. 
Panji Ramdana 2015


Diantara mencintai dan dicintai, kau lebih memilih yang mana? Jika tidak keberatan, luangkanlah waktumu untuk memikirkan hati seseorang yang mencintai kita. Kau akan tahu bagaimana sakitnya ia tentang hati yang tak kau anggap itu. Resiko dalam mencinta adalah sakit, resiko dalam dicinta adalah membuat orang sakit. Dan resiko dalam saling mencintai adalah saling kehilangan. 
Panji Ramdana 2015


Mencari yang terbaik itu mudah. Semisal yang selalu kau lihat itu, semisal yang kau tetapkan sebagai mimpimu itu, semisal yang selalu kau anggap sebagai tujuanmu itu. Tapi hargailah, ketika di sampingmu ada seseorang yang dengan baik ingin menjadi baik. Untukmu. 
Panji Ramdana 2015


Banyak dari kita yang pandai dalam menyimpan sesuatu hal. Saking pandainya, kita kadang membohongi diri sendiri. Ketika seseorang bertanya pada kita, “apa kamu mencintainya? Apa kamu merindukannya?” Dengan tenang kita menjawab “Tidak!” , Sayang, lain di bibir lain di hati. “Malam ini aku rindu. Benar, aku benar-benar rindu. Merindukanmu adalah kebenaran yang tak menyenangkan. Tapi mencintaimu? Itu menenangkan.” 
Panji Ramdana 2015


Aku tidak tahu, sampai kapan aku bisa menemani setiap langkahmu. Aku tidak yakin, apakah esok, lusa atau pun detik berikutnya aku masih bisa menikmati senyum yang tak pernah berubah itu. Kau malaikat hidupku. Hadir, di tangisan pertamaku hingga tangisanku yang terakhir ini. Ada di setiap rasa lelah dan kesakitanku. Ketika aku terbaring, kau seakan ikut terbaring walaupun ku lihat kau duduk di sampingku. Kau seolah mengambil rasa sakitku dengan baik. Senyum pahit yang ku keluarkan karena sakit, kau balas dengan senyum yang abadi. Yang dengan abadi bahwa kau akan selalu menemaniku. Hingga aku dapat berlari kembali, tertawa kembali. Terimakasih. Akan selalu kukenang. Aku ingat, ketika aku kecil. Kau yang pertama kali mengenalkanku pada dunia. Pada apa yang menjadi keyakinanmu selama ini, Tuhan. Kau ajarkan aku untuk berwudhu. Menghapal surat Al-Fatihah. Membaca ayat suci Alquran, yang dengan sabar mengajariku tanpa lelah. Rukuk dan sujudku yang kulakukan sekarang adalah hasil dari kesabaranmu selama ini. Di setiap detik hidupmu. Kau selalu menyempatkan untuk mendoakanku. Agar aku kelak menjadi seseorang yang berguna. Selalu bahagia. Selalu diberikan kesehatan. Pandai dalam hal apa pun, dan mendapatkan pendamping yang terbaik. Untukku dan agamaku. Ibu, kekhawatiranku satu. Jika ketika aku sudah menemukan pendamping hidupku. Aku khawatir apakah kita nanti masih bisa melakukan semua hal berdua? Apakah kita masih bisa bermain bersama? Tidur dalam satu tempat yang sama?Menceritakan hari-hari yang telah aku jalani dalam setiap harinya? Apakah kita masih bisa berlari-lari di sebuah taman yang indah? Apakah aku masih bisa membelikan jajanan sekolah dan kita menghabiskannya berdua? Apakah kita masih bisa? Namun yang perlu aku yakini. Aku takkan pernah khawatir. Aku akan selalu menyempatkan waktuku untukmu. Ibu. Oleh karena itu kau jangan khawatir, panggil aku kapan pun kau mau. Aku akan menemanimu. Ibu. (Dalam puisi ‘Untuk malaikat hidupku (Ibu)’ dengarkan full versi di bonus setiap pembelian CD melodydalampuisi)


Ketika seseorang menilai kesetiaan, mengapa harus tidak pergi yang jadi penilaian? Apakah yang pergi lantas ia tak setia? Atau kah yang ditinggalkan yang justru tak setia? Daun itu kecil, tapi jauh di dalamnya ada banyak yang tersembunyi. Setia itu hanya satu kata, tapi jauh di dalamnya, banyak kalimat, paragraf, bahkan tulisan yang tidak dapat diuraikan. Jika ia meninggalkanmu, jangan dengan lantas kau berteriak bahwa ia tak setia. Setia adalah mencoba, bukan keadaan yang sesaat. Aku mencoba untuk setia, aku belajar tentang kesetiaan. Orang yang setia, adalah orang yang menjaga. Orang yang memikirkan tentang kesetiaan, setiap waktu. Aku mencoba untuk setia, dalam kebersamaan kita, dalam apa yang kamu sukai, apa yang tidak kamu sukai. Setia adalah janji pada diri sendiri, bukan semata hanya janji pada orang lain. Apa-apa yang telah kamu janjikan pada diri sendiri, setialah. Tiba-tiba kau menyebutku orang yang tak setia. Tapi tahukah kau? Apa kau sudah mencoba untuk setia? Dari awal hingga detik terakhir sekarang, kata setia pada otakmu saja muncul hanya pada detik ini saja. Setia tidak hanya pada satu waktu, tapi dalam setiap waktu. Setiaku adalah untuk menghargai setiap kebersamaan kita. Dan detik ini aku ingin meminta maaf. Aku harus pergi. Kau boleh mengucap aku tak setia, tapi aku mohon, sempatkanlah dirimu untuk berpikir. Setia apa saja yang sudah kau lakukan selama ini untukku? Dan ingin sekali aku mengatakan ini. “Setiaku adalah untuk selalu mencintaimu. Aku pergi bukan berarti aku tak mencintaimu. Aku pergi… Bukan berarti aku tak setia.” Panji Ramdana 2015


Bersamamu, serupa menyelesaikan semua masalah yang ada. Seperti berada di tengah danau dan ditemani alunan suara indah dari yang terindah. Walaupun hanya dua detik kata-kata yang keluar dari mulutmu tentang aku. Ketika kita jauh, setiap dua detiknya aku akan selalu ingat. Bukan tidak mungkin, sebab saat aku didekatmu, mulutku seakan terus menarik agar membentuk satu senyum simpul. Terimakasih untukmu, karenamu, masalah sebesar apa pun akan terasa lebih ringan. Karena bahumu membantu kesedihanku menjadi bahagiaku. Panji Ramdana 2015


Kita hidup dalam lingkup yang teramat sempit. Ini dirasakan mungkin kepada mereka yang mengalami jatuh cinta kepada seseorang. Semua hal tertuju padanya, dengan tanpa lupa kita selalu mencari tahu tentang keberadaannya. Sayangnya, jika kita terlalu dalam mengejar, akan ada hal-hal yang seharusnya kita lakukan menjadi lupa bahkan tidak kita lakukan. Karena lebih baik mencari sahabat sebanyak-banyaknya ketimbang mencari satu kunci untuk bisa membuka pintu hatinya. Sebab sahabat akan selalu ada di saat kita bahagia atau pun bersedih, mereka tahu akan kebutuhan senang dan sedih kita. Kemudian urusan tautan hati? Dekatilah yang menciptakannya, seperti cerita Zulaikha: “Ketika Zulaikha mengejar cinta Nabi Yusuf, Makin jauh Nabi Yusuf darinya. Ketika Zulaikha mengejar cinta Allah, Allah datangkan Yusuf untuknya.”
Panji Ramdana 2015


Aku mengenalmu lebih dari sahabat-sahabatmu. Apa yang kamu suka, apa yang ingin kamu lakukan ketika kamu bersedih, aku tahu. Sedikit demi sedikit aku kumpulkan semua informasi mengenai tentangmu. Sepertinya itu sudah menjadi hobiku. Demi untuk mengenalmu, dan kau tahu? Semua yang aku lakukan adalah semata untuk dikenali olehmu. Aku mohon, tunjukkan sedikit rasa perhatianmu jika ketika aku ada di sampingmu. Setidaknya kau tahu bahwa aku mengharapkan perkenalan yang lebih. Lagi. 
Panji Ramdana 2015


Merasa lemah dan menyedihkan adalah ketika saat aku ingin tahu kabarmu yang sakit, tapi sulit. Bukan karena tidak mau, tapi lebih karena tidak bisa. Suatu waktu aku menetapkan kewajibanku untuk menjagamu, membahagiakanmu. Tapi aku tidak dapat mendapatkan hakku. Karena kamu bukan hakku. Aku melihatmu bening tanpa satu pun yang mengganggu. Berpapasan sejajar, kau melihatku nampak seperti melihat kaca tebal yang buram. Tak ada. Karena siapa kau bagiku. Siapa aku bagimu. Aku masih belum bisa mengetahuinya.
Panji Ramdana 2015


Banyak orang bilang, apa pun yang berlebihan memang tidak baik. Cinta? Tidak terkecuali. Cinta pada sesama lebih tepatnya. Cintailah seseorang sewajarnya saja. Tanpa kamu melupakan siapa yang telah menciptakan engkau. Dengan ingatan yang jangan sampai mengalahkan ingatanmu pada sang pencipta. Sudahi jika itu terjadi, atau.. Kau sudahi cara mencintamu yang terlalu itu, dengan cinta yang sewajar-wajarnya cinta.
Panji Ramdana 2015


“Hiduplah sesukamu maka sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah sesuatu sesukamu maka sesungguhnya kamu akan berpisah. Dan berbuatlah sesukamu maka sesungguhnya kamu akan bertemu dengan-Nya.” ~H.R. Hakim
(Sudahkah kamu mencintai seseorang dengan sewajarnya saja?)



Matamu keruh, boleh aku menjernihkannya? Senyummu masam, boleh aku memaniskannya? Hatimu berserakan, boleh aku merapihkannya? Harapanmu hilang, boleh aku mencarinya? Karena kau sudah lelah dengannya, aku selalu siap bahkan menjadi bonekamu. Melihat harapanmu yang baru hadir bersamaku, aku siap. Karena itu yang aku bisa, semoga nanti menjadi yang kita bisa. Jika tidak bisa, aku ingin seseorang yang sama sepertimu. Aku tahu itu salah, karena tidak ada orang senang jika disamakan. Karena itu, kau sajalah. Apa kau mau?
Panji Ramdana 2015


Katakanlah aku hebat dalam menyembunyikan. Di depanmu aku mampu, tanpa ada setitik gumpalan kecemburuan. Tapi ketika aku di depanku sendiri, sulit untuk aku menyembunyikannya. Sudah kubilang, menjadi yang untukmu bukan tujuanku untuk sekarang. Aku ingin lebih dulu memantaskan untukmu dan juga untukku sendiri. Aku tidak ingin jika harus membuat kebaikkan yang ada padamu sekarang itu berubah menjadi sebuah ketidakbaikan oleh karenaku. Aku ingin belajar, untuk menjadi yang kau dan aku cita-citakan. Yang terbaik. Untuk kita, dan agama kita.
Panji Ramdana 2015


Setiap orang mempunyai seseorang yang ingin ia jaga, baik di kala senang atau pun sedih. Cinta seorang Ibu pada anaknya merupakan cinta terbaik yang tanpa pamrih. Semoga suatu saat kamu bisa mengajariku untuk mencintaimu, seperti kelak kamu mengajari diri sendiri untuk mencintai anakmu. Amin. Sementara aku akan menjadi pendoa yang paling tersembunyi. Untukmu.
Panji Ramdana 2015


Bagiku, kamu adalah penyeimbangku. Walaupun ketika saat di depanmu, aku seakan jatuh berkali-kali. Tak mampu berdiri tegak. Bagiku kamu pun adalah duniaku, meski di sepanjang aku di depanmu, aku tak bisa bernapas, hanya mampu tertunduk menjaga pandangku. Semoga suatu hari kau datang padaku, membawa pesan yang teramat indah. Kelak, ketika kita dipersatukan dalam ridho-Nya, aku ingin mencintaimu dengan sepenuh hatiku. Dengan pandanganku yang boleh kulakukan selama mungkin untuk memandangimu. Bersama dalam satu payung cinta, dalam ridho-Nya. Aku akan menunggu.
Panji Ramdana 2015


Pernahkah hatimu bertanya-tanya tentang apakah dia pernah tersenyum untukmu atau tidak? Dan kamu mengandaikan, andai ia tahu jika dalam setiap harinya aku tak pernah tak tersenyum untuknya. Jika pun ia tersenyum untukmu, apakah ia selalu memberitahumu jika ia tersenyum? Apakah ada alat yang seperti notifikasi pada jejaring sosial, yang ketika ia membaca pesan kita, kita tahu. Yang ketika ia tersenyum dengan memberikan tanda senyum pada status kita, kita tahu. Adakah alat yang seperti itu? Alat yang dapat memberikan pesan untuk kita, jika pada malam ini, tepatnya pukul 20.37 ia memikirkanmu dan tersenyum untukmu.
Panji Ramdana 2015


Bukankah sebuah kecukupan jika kita bisa melihat senyum seseorang yang kita sukai? Dari balik senyumnya kita bisa mengetahui bagaimana begitu baik hati orang tersebut. Dan pernahkah dengan tanpa sadar kita ikut tersenyum jika melihatnya tersenyum? Tidak ada yang menyuruh bukan? Tidak pula ada yang memerintah, melainkan itu adalah kehendak hati kecilmu. Jangan kau tahan, jangan pula merasa malu jika senyummu kalah indah dengan senyumnya. Karena apa? Karena dengan atau tanpa sadar, pun ada seseorang yang lain yang dengan baik menjadikanmu sebagai alasannya untuk tersenyum. Kamu tersenyum untuknya, dan di sebelahmu… ada seseorang yang tersenyum karenamu.
Panji Ramdana 2015


Pernahkan kita merasakan sebuah kekuatan luar biasa dalam mencintai? Aliran yang deras untuk mendorong kita menjadi lebih baik, lebih bahagia yang sesungguhnya. Baginya mungkin aku yang terbaik, tapi tahukah? Sebaik-baiknya aku adalah lebih baik kamu yang telah membuatku baik. Terimakasih, karena telah menjadikanku lebih baik. Bagiku itu adalah cinta yang sebenar-benarnya. Semoga kita selalu dalam keadaan baik, teruntuk kamu, perubah hidupku.
Panji Ramdana 2015


Jalan ini terbentang dengan lepasnya. Di sampingku ada seseorang yang aku anggap sebagai perempuan tercantik yang pernah kutemui. Cantik hati, tutur kata dan sifatnya. Tangannya menggamit lenganku dengan baiknya. Aku tersenyum setiap kali ia tersenyum. Dia adalah perempuan terbaik untukku. Selalu ada di saat aku berucap ingin sendirian dan dalam setiap kebahagianku. Karena salah satu kebahagianku adalah ketika bisa membuatnya bahagia, dengan bisa membuatnya bangga akanku. Dia.. Ibuku. Perempuan tercantikku ^^
Panji Ramdana 2015


Aku pulang mengitari keluh kesah yang disembunyikan wajahku ini. Sedetik saja, andai satu jam yang lalu aku mempunyai sedikit keahlian untuk membuatnya nyaman. Bibirku kelu tak mampu berucap sepatah kata pun. Jika memang apa yang kuperbuat untuknya tidak bisa membuatnya peka, tapi tak kau lihatkah ada satu pena dalam mataku? Yang ingin aku tuliskan dalam ingatanmu. Bahwa aku akan selalu ada, dan tinggalah dalam hatiku, air mataku, dan dalam ingatanku.
Panji Ramdana 2015


Cinta bukan tentang diterima atau tidak diterima, tapi tentang menyampaikan atau tidak sama sekali. Hitungan hari berbeda dengan minggu, bulan hingga tahun. Kepada ia yang kita cintai, aku menyimpan perasaan yang teramat. Di setiap malamnya tak lepas pandang dari kabarmu. Mengetahui kabarnya memang lebih dari cukup, tapi ketahuilah, jika ia pun ingin mengetahui kembali kabarmu, itu merupakan kebahagiaan yang teramat sebagai seorang pecinta. Sayang aku bukan seseorang yang bisa menyampaikan perasaan dengan entengnya, sudah banyak tulisan-tulisan dalam papan hati ini. Namun papan ini malah menjadi hitam, karena papan ini sudah tak mampu membendung kata perkata lagi, terlalu banyak yang kusimpan. Semoga suatu hari aku bisa menyampaikan hal yang sesederhana ini padamu, bahwa aku “menyayangimu.” Dan maaf “aku baru mengatakannya sekarang.”


“Rinduku sudah pada tahap keterlaluan, nada yang ku dengar saat ini adalah nada indah yang bersemayam di atas penderitaan yang indah. Penderitaan yang indah? Seperti apa? Dia… Seperti rindu. Lantas apa cara untuk tidak merindu selain… Menemuimu? Jika tidak ada, biarkanlah aku menderita dalam keindahan, teruntukmu yang aku ingini yang tak mengingini aku kembali.”
(Dalam puisi ‘Rinduku Sudah Pada Tahap Keterlaluan)


Aku mencintaimu sebatas sayang, sayang karena kau tak pernah tahu rupa rasa cintaku seperti apa. Tidak apa jika bagimu aku tidak menyenangkan, karena yang aku mau adalah aku menjadi 
seseorang yang dapat menenangkan hatimu, dan jika dibolehkan aku ingin memenangkan atas kamu. Jika kamu sudah lelah dengannya, silahkan. Aku akan selalu terbuka, bahkan untuk kebahagianmu dengannya aku akan selalu membukakan pelukanku untuk doa-doa yang kau tujukan atas nama orang yang kamu cinta.
Panji Ramdana 2015


Jika perhatian tak dapat ku berikan secara langsung, jika perasaan tak dapat ku tunjukan dengan setiap detiknya. Ketauhilah, akan ada satu jalan untukku selalu menunjukkannya, dengan sepenuh hati, dengan impian-impian tentang kebahagianmu.
Dalam lima waktu tak lelah ku ikut sertakan selalu namamu di dalamnya. Semoga segala impianmu dapat terwujud, karena impianmu adalah impianku, dan semoga ada aku di dalam impianmu itu, ku selalu mendoakannya.
@panjiramdana 2015


Demi apapun kamu melebihi apapun~
Adalah hal yang bodoh meninggalkanmu yang terseorang diri
Adalah hal yang pintar meninggalkan semua yang mengejarku
Karena demi apa pun, kamu melebihi apa pun
Lempari saja aku dengan senyum, aku takkan pernah bosan

Asal kau jangan melemparku jauh-jauh lalu tersenyum, sama sekali jangan
Dan lagi jangan kau tersenyum lalu melemparku sangat jauh
Karena aku bisa saja suatu waktu menjadikan senyum sebagai kata yang sangat hina
Tapi tetap tersenyumlah selalu padaku
Karena aku masih memandang senyum itu adalah hal yang paling indah
Hal yang paling indah darimu yang bisa masih kudapat
Ratusan hari aku menanti hari ini akan tiba
Tak apa jika hanya senyummu
Tak apa jika kau dengan tak sengaja
Karena senyummu adalah senyumku
Karena senyumku, hanya karenamu
Aku ingat kali saat pertama aku melihatmu

Kamu dipenuhi kata yang tak berujung.. “keindahan"

Satu kata yang membuatku sulit untuk tidak untukmu, dan aku cinta
Banyak orang bilang, cintailah seseorang sewajarnya saja
Aku tidak tahu, batasan wajar dan wajar itu seperti apa

Karena yang aku tahu, wajarku adalah apa pun untukmu
Aku pikir aku pernah bergerak dengan apa yang aku yakini
Nyatanya tidak
Aku hanya mematung disini, seolah pengemis yang menunggu tuannya datang
Aku memang sangat mencintaimu, teramat sangat
Sulit membedakan antara aku mencintai jantungku atau aku kehilangan denyut nadimu
Benar, apapun ku kan lakukan untuk menjaga hidupnya nadimu, yang ku harapkan itu, hangat
Aku rela jika harus menggantikan seluruh nadimu yang sudah tak lagi mengikatmu itu
Tak apa jika kau tak tahu, tak apa jika kau tak tahu
Karena demi apa pun, kamu melebihi apa pun



Jika kau tersenyum setidaknya beritahu aku, karena menyebalkan jika kau tersenyum di suatu tempat yang mungkin dikarenakanku dan aku tak tahu itu. Mungkin ini rasanya tersenyum untuk orang lain yang aku yakin orang itu tidak tahu aku tersenyum untuknya, dan itu tidak akan mengubah apa pun.” 
(Dalam puisi ‘Setidaknya Beritahu Aku’ )



“Lempari saja aku dengan senyum
Aku takkan pernah bosan.
Asal kau jangan melemparku jauh-jauh lalu tersenyum.
Sama sekali jangan”.
Kinar/

Demi Apa Pun Kamu Melebihi Apa Pun
Adalah hal yang bodoh meninggalkanmu yang terseorang diri. Adalah hal yang pintar meninggalkan semua yang mengejarku. Karena demi apa pun, kamu melebihi apa pun
Lempari saja aku dengan senyum, aku takkan pernah bosan. Asal kau jangan melemparku jauh-jauh lalu tersenyum, sama sekali jangan. Dan lagi jangan kau tersenyum lalu melemparku sangat jauh. Karena aku bisa saja suatu waktu menjadikan senyum sebagai kata yang sangat hina. Tapi tetap tersenyumlah selalu padaku. Karena aku masih memandang senyum itu adalah hal yang paling indah
Hal yang paling indah darimu yang bisa masih kudapat.


Diamku Adalah
Caraku Menjagamu
Kau terlalu indah. Sampai lisanku tak mampu lagi berucap kata terbaik yang bisa melukiskanmu. Kau terlalu sempurna. Sampai anganku tak mampu lagi lebih jauh untuk bermimpi. Kau terlalu hebat. Sampai langkahku terus saja tertinggal darimu dan aku hanya mampu melihatmu dari belakang. Kau terlalu jauh, itulah mengapa aku... diam. Diam dalam ruang pribadiku. Mengatakan sebuah beban dan harap yang tertulis dalam goresan kepalaku. Inginku sederhana. Aku ingin kau bahagia. Aku ingin kau lebih dari apa yang kau miliki sekarang. Dan aku, ingin menjagamu. Dalam setiap langkah yang kau pijak, aku ada. Caraku menjagamu adalah dalam diamku. Karena aku tau, menjaga adalah untuk seseorang tetap nyaman. Aku diam, karena aku ingin kau tetap nyaman. Ingin sekali ada satu hembusan yang belum aku dapatkan darimu hadir dalam hidupku. Aku ingin berhak untuk ada. Hingga sampai di mana ketika kamu terluka, aku menjadi pohon besar bagimu. Menjadi tempat sandaranmu, teduh dan menyejukkan. Mungkin ini adalah takdirku, meretas kerinduanku yang tak mungkin terjadi. Memelukmu dengan satu kehangatan yang berbeda. Binar mataku dan kamu berbeda. Apa kau tak sadari itu? Tak kau lihatkah ada satu pena dalam mataku yang ingin aku tuliskan dalam ingatanmu? Aku, akan selalu ada, dan tinggalah dalam hatiku, air mataku, dan dalam ingatanku.


Setidaknya
Beritahu Aku
Jika kau tersenyum setidaknya beritahu aku. Karena menyebalkan jika kau tersenyum di suatu tempat yang mungkin dikarenakanku dan aku tak tahu itu.
Mungkin ini rasanya tersenyum untuk orang lain yang aku yakin orang itu tidak tahu aku tersenyum untuknya. Dan itu tidak akan mengubah apapun.
Menyebalkan, ketika kau sudah ada di depanku. Dan aku tak bisa apa-apa. Hanya menggamit harap pada pikiran-pikiran yang berulang. “Aku tak mungkin bisa”. Menyebalkan. Aku sudah memberi sesuatu untukmu. Tapi aku tidak tahu kau suka atau tidak, kau tersenyum atau tidak. Dan "aku tak kan mungkin tahu”. Kau tau? Adakalanya aku mengejar dan mendekati semua temantemanmu itu semata-mata hanya untuk mengetahui kabarmu saja. Seperti sekarang. Sudah banyak tulisan-tulisan dalam papan hati ini. Namun papan ini malah menjadi hitam. Karena papan ini sudah tak mampu membendung kata perkata lagi. Terlalu banyak yang ku simpan. Andai, kau mau menyempatkan waktumu sebentar saja. Untuk mau memberiku pintu masuk. Sebentar saja.
Kau boleh mengusirku jika waktumu sudah habis. Tapi setidaknya beritahu aku, bagaimana perasaanmu saat ketika kau bersamaku. Setidaknya beritahu aku.


Sudah Sejauh Mana
Kau Mengenalku?
Aku ingin memayungimu. Bersama dalam satu payung cinta. Entah kapan hujan ini usai. Yang jelas, kali ini kita memang berada di dalam payung yang sama. Ada yang aneh ketika itu. Meski kau melindungi bahuku dari tetes hujan, tetap saja aku kedinginan. Hanya saja, mengapa masih ada yang bergejolak?
Lantas, sudah sejauh mana kau mengenalku? Aku ingin tahu. Jadi, jangan menyimpannya selalu. Karena semua yang aku lakukan hanya semata untuk dikenali olehmu.Tapi ketika aku bertemu denganmu. Semua rasanya tidak terjadi. Aku tidak yakin saat itu matamu dua, hidungmu satu, atau suaramu ada Indraku lemah. Bagai melangkah katak. Kehilangan langkah kedepan, buntu.
Aku berdebu diam. Kebelakang? tak bisa. Dan sekarang aku berpikir, belajar untuk kecewa itu penting. Aku akan mempelajarinya dan akan membiasakannya. Sehingga lagi tidak perlu dua tangan untuk membentuk satu bunyi kebahagian. Satu pun bisa. Cukup tutup mata dan pikirkan sesuatu yang indah. 1 menjadi 2. Jika kau sudah jauh mengenalku. Aku antar kau ke teras depan. Menikmati seluruh harumnya bunga. Kupetik dan kuberikan kepada bunga hidupku. Begitulah nanti kebiasaanku setiap pagi.

Boleh?
Matamu keruh, boleh aku menjernihkannya? Senyummu masam, boleh aku memaniskannya? Hatimu berserakan, boleh aku merapihkannya? Harapanmu hilang, boleh aku mencarinya? Karena kau sudah lelah dengannya, aku selalu siap bahkan menjadi bonekamu. Melihat harapanmu yang baru hadir bersamaku, aku siap. Karena itu yang aku bisa . Semoga nanti... menjadi yang kita bisa. Jika tidak bisa, aku ingin seseorang yang sama sepertimu. Aku tahu itu salah, karena tidak ada orang yang senang jika disamakan. Karena itu, kau sajalah. Apa kau mau? Meski aku tak pernah kau lihat sekarang. Tapi setidaknya, dalam sedetik waktuku saja aku akan bersama dalam setiap kebersamaan waktumu. Tersenyumlah. Maka aku akan merasa dua kali lebih hidup. Meski bukan untukku, setidaknya melihatnya saja sudah merasa baik, Itu
sudah benar. Karena kamu merupakan telingaku yang tak akan pernah aku bisa lihat secara langsung terus menerus. Tapi, selagi aku di sini . Biarkan kita saling bermain, setidaknya aku.

Jaga Selalu
Kesehatanmu
Saat itu, aku melihat satu wajah. Tak seperti biasanya, kali ini ia berbeda, kesakitan apa yang kau rasakan? Aku ingin tahu, tapi apakah mungkin aku akan tahu? Aku sadar diri ini siapa. Satu pintaku. Jagalah selalu kesehatanmu, yang sangat berharga bagiku. Mungkin ku tahu, apalah arti kekhawatiranku pada dirimu. Merasa lemah dan menyedihkan adalah ketika saat aku ingin tahu kabarmu yang sakit, tapi sulit. Bukan karena tidak mau, tapi lebih karena tidak bisa. Suatu waktu aku menetapkan kewajibanku untuk menjagamu, membahagiakanmu. Tapi aku tidak dapat mendapatkan hakku. Karena kamu bukan hakku. Aku ingin masuk dalam kehidupanmu. Meski ku tahu itu tak akan mungkin terjadi pada diriku, akan kah ada keajaiban? Aku melihatmu bening tanpa satu pun yang mengganggu. Berpapasan sejajar, kau melihatku Nampak seperti melihat kaca tebal yang buram. Tak ada. Karena siapa kau bagiku.
Siapa aku bagimu. Aku masih belum bisa mengetahuinya.



Kau Boleh Menyebrangiku
Asal Tidak di Depanku
Teruslah menjauh, itu boleh. Jangan lalu terus mendekat lagi, itu tak boleh.
Bukankah boleh bagiku tidak selalu boleh bagimu? begitupun sebaliknya. Aku ingat saat itu. Seperti sudah gila. Keringat yang jatuh dari kening yang menuju bibirmu saja aku sudah mengira itu air terjun yang jatuh dengan bebasnya. Manis sekali. Sedang ponimu yang menggantung dengan resahnya pasrah tersapu oleh bisikan bibirmu yang membawa angin kesejukan. Layaknya air di kala kemarau. Setiap kau ingin menyebrang. Aku tak ingin membantumu. Meski kendaraan riuh di sepanjang. Karena aku takut, setelah itu kau akan menyebrangiku. Kau boleh menyebrangiku, asal tidak di depanku. Lewat belakanglah, karena aku tidak ingin kau tiba-tiba kembali hanya karena kau melihat air mataku. Ketika air menetes, tangan ini tak mampu mengusiknya.
Payung yang ku genggam dan bunga yang ku bawa seolah membiarkan air ini terus mengalir. Malam yang dinanti pun datang. Jika tidak keberatan, boleh jika aku memberitahumu? Lekaslah tidur.


Sahabat Yang
Bukan Sahabat
Mungkin ini hobiku, atau lebih tepatnya kebiasaanku. Katanya hobiku ini tidak baik, merugikan orang lain. Ya, hobiku adalah mencuri. Itu kata orangtuaku dan guruku. Mereka selalu bilang agar aku jauh dari kata mencuri itu. Tapi sekarang semua berubah. Aku tidak menepati itu. Untungnya apa yang aku curi tidak merugikan orang itu. Dan ia pun tidak tahu kalau aku mencuri sesuatu darinya, dan orang-orang pun tidak ada yang tahu. Setiap kali aku mencuri aku merasa lebih bersemangat. Setidaknya hobiku ini menjadi satu hobi yang tidak ada orang yang tahu. Sekali lagi, aku yang ingin menjadi sahabatmu, yang akan selalu mencuri semua... Tentangmu. Menarimu merupakan teriakku. Tatapmu merupakan tawaku. Diammu merupakan senyumku. Hidupmu merupakan yang belum aku dapatkan. Dan tetap menunggu. Bibirnya sempurna lagi menawan. Sayangnya aku tidak boleh mencicipinya, meski menyerupai apel merah yang siap untuk di ambil. Karena aku tidak berhak untuk memanennya. Tersebab, menjadi yang untukmu bukan tujuanku untuk sekarang. Sudah aku bilang, aku ingin menjadi sahabatmu. Yang di mana kau akan bisa bebas membicarakan siapa yang sedang kau sukai. Selamat malam sahabat. Semoga suatu saat akan ada namaku di dalam ucapmu itu.


Tak Pernah
Selalu Ada
Bulan tak pernah selalu ada. Senja pun sama. Begitupun malam, pagi, siang dan sore. Dan juga... Kamu. Lalu, apa yang akan selalu ada? Aku tidak suka saat sibukmu. Karena aku dilupakan. Tapi aku lebih tidak suka saat senggangmu. Karena kau jadi malah sibuk dengannya. Tersebab bukan kamu yang menganggap kita ada. Hanya aku saja. Bertepuk sendiri itu melelahkan.
Sekeras apapun walaupun tanpa kena, sakitnya di sini. Dan jarum itu tersuntik di lenganku. Merusak segala komponen nalarku. Orang-orang ramai menggunakan pakaian yang tebal. Menurutnya dingin, tapi aku kepanasan. Di tengah sorak luar biasa kencangnya. Semua saling bergelimang kata, tapi aku malah kesepian. Di sebelahku ada yang dalam menunggu hujan reda, ia takut akan sakit. Tapi aku malah menemui hujan. Karena aku sudah merasa sakit sebelumnya. Itulah kamu, hal yang tak pernah selalu ada di sisiku. Tapi kau akan selalu ada, di setiap kekhawatiranku.



Aku Tidak Ingat
Apa-Apa
Pertama kali aku melihatmu. Aku tidak ingat apa-apa. Apakah langit menyengat kulitku atau betapa indahnya matahari terbenam. Karena... aku hanya melihatmu.
Kamu adalah keindahan. Di setiap helai bulu matamu adalah anugerah darinya.
Tawamu yang lepas seolah aku ingin masuk di antara barisan gigimu, yang kian hari makin membuatku sulit untuk lepas dari keterpakuan. Ketika matamu terpejam, itu sudah cukup. Lalu kau buka dengan sengaja. Terimakasih, aku melihat satu masa depanku. Bermain dengan air dan cahaya. Berdiri pun aku sulit. Kau melihatku manja. Aku berikan tanganku tepat di wajahmu. lantas kau berdiri dan membawa tanganku di setiap genggammu. Aku tidak ingat kapan rasa ini mengikatku. Rasanya sama seperti di detik berapa aku dilahirkan di dunia ini?
Semua terjadi begitu saja. Bersamamu, serupa menyelesaikan semua masalah yang ada. Seperti berada di tengah danau dan ditemani alunan suara indah dari yang terindah. Walaupun hanya dua detik kata-kata yang keluar dari mulutmu tentang aku. Ketika kita jauh, setiap dua detiknya aku akan selalu ingat. Ketika kita kembali ke tempat masing-masing tak hentinya aku selalu menunggu kabar darimu. Sampai aku lupa jika aku sedang menunggu kabarmu. Karena ada satu rutinitasku yang tak akan pernah bosan aku melakukannya. Yaitu... menunggu kabar darimu dan memberi kabar untukmu.


Bahagia Yang Lebih
Dari Awal
Pertemuan Kita
Bukan inginku ini terjadi. Terjal kata kasar menyeruak ke dalam tahun. Selama ini aku dipenuhi rasa sakitku. Aku datang seolah menjadi pengindah dalam hidupmu, dahulu. Resiko dalam saling mencinta adalah saling kehilangan. Selama ini aku dipenuhi rasa sakitmu. Rasa bersalahku. Akhir dunia bahkan sudah menjadi pilihan bagimu ketika itu. Tapi sadarkah kau? Aku pun merasakan hal itu. Mengapa selalu tidak hadir di awal penyesalan itu?. Sakitmu melebihi batas sakitmu, itu yang aku sesali. Kita dulu saling membangga, ucap terimakasih hadir disetiap pertemuan. “Terimakasih sudah menjadi bagian hidupku”. Semua hilang. Ketika satu keadaan yang aku tak mengerti terjadi.
Bukan karena salahmu, melainkan lebih karena keinginanku. Aku tidak tau dengan apa keinginanku sebenarnya saat itu jika aku pikir kembali sekarang.
Maaf untuk waktu. Kedewasaan memang bukan selalu ditentukan oleh waktu.
Tapi ada benarnya, pengalaman pahit adalah awal kedewasaan diuji. Sekarang aku hanya mampu berdoa. Semoga… Kau bisa benar-benar bahagia. Jauh dari bahagia awal pertemuan kita.

Sama Halnya
Denganmu
Bulan itu satu. Sama halnya denganmu. Bulan itu datang dalam malam. Sama halnya denganmu. Hanya saja bulan dalam nyata, kau dalam mimpi. Dan bulang hilang ketika ku terbangun. Sama halnya denganmu. Namun aku tetap bahagia. Bahagia bukan melulu soal kekayaan, ketenaran, kesuksesan, atau kecantikan. Tapi ada dalam setiap hati masing-masing. Jika bahagia dapat dibeli? Aku pasti tidak akan mendapatkannya. Karena telah habis oleh orangorang kaya. Jika bahagia ada di suatu tempat? Aku pasti telat dan tak akan dapat menuju kesana. Karena semua orang sudah lebih dulu disana. Sehingga aku kehabisan. Serupamu, bahagiaku dalam kebiasaanku. Sayangnya, aku tidak tahu kapan aku akan pergi. Aku tidak tahu kapan kau akan pergi. Dan yang kusesali adalah aku tidak tahu kapan kita akan bertemu lagi. Kalau aku bisa. Aku ingin mengajakmu ke tempat-tempat yang ingin aku tunjukan. Sebelum kita hilang. Itu pun, kalau kamu bisa. Karena melihatmu, sama halnya melihat udara.



Kinar
Kinar. Sakit rupa menggali detik keping. Jauh mengendap ditilam kesenjangan.
Ku lihat semburat cahaya merah darah di udara matamu. Kinar. Berjalan sendiri menopang tangan rusak. Membunuh banyak dengan satu kata yang berkelebat. Hati-hati, yang ada ialah menetap di alam bawah sadarku. Semua yang muncul selalu mengikuti. Adakah. Apakah. Mengapa. Karena pucuk daun ucap menurig dinding hatinya. Kinar, menalar nama-namanya. Dikoyak jatuhan embun lebih sederhana dibanding yang saat ini. Sudah, luarku semua topeng untuknya. Untukku merupakan cangkang daging busuk. Kinar. Mata yang berhamburan keluar itu, untukku.


Cinta Shinta
Shinta berjalan menuju tempat yang sudah menunggunya. Tergesa menempati sepatunya yang basah karena hujan. Tanpa menghiraukan mata-mata yang berusaha membuat Shinta menunduk. Puluhan payung berserakan di atas tangan para penggenggam. Langkah-perlangkah menuntunnya. Tangannya seolah menarik mulutnya agar membentuk satu senyum dengan tujuan membuat yang menunggu memaafkannya. Mungkin Shinta terlambat, atau hanya sekedar saja. Jarum berhenti di angka 5. Jingga sudah hilang karena kalah oleh mendungnya langit serta hati. Shinta akhirnya sampai. Membawa satu ikat bunga dan puluhan janji yang terikat. Disimpannya bunga itu. Sebagai bukti janji, bahwa ia akan selalu datang di hari ulang tahun pemakaman yang
menunggunya.


Kenangan Sayang
Mari kita menyusun tiap-tiap batang korek api. Lalu kita nyalakan hati-hati. Apa yang kamu lihat di dalamnya adalah kenangan indah kita. Selagi aku sempat dan masih bisa. Biarkan aku menemani setiap kehilangan kenanganmu itu. Aku ingin mengembalikkannya. Meski aku harus benar-benar hilang. Lelah jika melihatmu dalam tatap seperti itu. Binar yang ada seakan tanpa ada. Nuansa yang tak bernuansa. Kau masih disini. Aku akan memapahmu. Aku bahagia jika kau akhirnya baik-baik saja. Meski kau tak ingat akanku. Terlebih kejadian itu.
Setidaknya kepergianku membuat kau baik-baik saja. Tangan lemahku bersusah payah mendorong punggungmu. Lampu malam dan jalanan menjadi saksi. Kita berpisah dalam keadaan tak ada kenangan. Selamat jalan, aku harus pergi. Kau jangan menjemputku. Biar hujan menuntunmu dalam kesempatan yang akan datang. Baik-baiklah. Di bumi. Aku akan tetap memperhatikanmu di sini. Membantu menggembalikan ingatanmu dan kenanganmu. Sampai kapanpun. Meski kita sudah dalam dua dunia yang berbeda. Yakinlah. Kita akan menuju dalam hanya satu kenangan saja, saying…


.Malam ini aku rindu. Benar, aku benarbenar rindu. Merindukanmu adalah kebenaran yang tak menyenangkan”.


“Sebab hatiku bukan kayu, melainkan langit yang maha luas. Namun kau harus tahu langit pun pernah menangis”.

Panji Ramdana 2015



Keyakinan merupakan hal yang sangat penting untuk kita miliki. Jika nyatanya dia benar jodoh kita, yakinlah tentu akan ada takdir yang membawa kita untuk bisa hidup bersamanya. Sama halnya dengan impian, aku ingat sekali ketika dahulu aku meyakini diri sendiri bahwa suatu saat aku bisa memberikan setiap karyaku untuk setiap orang. Di sekitarku mungkin banyak yang tidak percaya. Ketauhilah, memulai itu memang sulit, tapi jika kita tidak memulainya apakah kita akan tahu hasil dari hal yang kita inginkan itu? Jika kamu merasa bisa, kamu benar. Dan jika kamu merasa tidak bisa? Kamu juga benar. Karenanya lebih baik mana? Tentu lebih baik merasa bisa bukan? :)
Bagi teman-teman yang juga sedang bergerak menuju hal yang diinginkan, tetaplah melangkah atas keyakinan yang berada di pundakmu. Kamu bisa menjadi apa pun yang kamu mau selama kamu benar-benar tahu apa yang kamu mau. Cintailah apa yang telah kamu pilih, dan semoga kita tidak salah jatuh dalam hal yang kita cintai. Selamat bermimpi, selamat menjemput mimpi. Kamu bisa, kamu mampu. Karena kamu ... teramat hebat :)


"Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup, sehingga tidak dapat melihat pintu lain yang dibukakan untuk kita. Lihatlah anak-anak kecil yang bertebaran ke tepi jalan untuk mencari sebuah suara kegembiraan (om telolet om ^^). Bukankah kamu merasa aneh mengapa hal yang hanya seperti itu bisa membuatnya tersenyum dan tertawa lepas? Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya, mereka menciptakan kebahagiaan oleh dirinya sendiri. Kamu pun tentu mampu untuk bahagia seperti mereka dengan caramu sendiri, jangan takut untuk bahagia, jangan takut untuk bermimpi bahagia, bersamanya."


"Pernahkah kita merasakan sebuah kekuatan luar biasa dalam mencintai? Aliran yang deras untuk mendorong kita menjadi lebih baik, lebih bahagia yang sesungguhnya. Namun ketauhilah, sebaik-baiknya aku, adalah lebih baik kamu yang telah membuatku baik. Terimakasih, karena telah menjadikanku lebih baik. Bagiku itu adalah cinta yang sebenar-benarnya. Semoga aku dan kamu selalu dalam keadaan baik, teruntuk kamu, perubah hidupku. Terimakasih aku ucapkan sekali lagi.


"Menatap masa depan, rimbunnya rindu yang hinggap di bahuku semakin berat. Apakabarnya kamu malam ini? Bintang yang kamu lihat apakah baik-baik saja sinarnya? Aku harap kamu tetap bercahaya seperti bintang yang menerangi jalanan malam bagi pejalan kaki yang menuju pulang. Selamat istirahat untukmu aku ucapkan di sini, semoga ada waktu kembali nanti untuk kita bertemu di masa yang akan datang."


"Menjaga hati dengan lebih banyak menghabiskan waktu bersama sahabatku adalah hal yang kupercayai bahwa janji Allah adalah ketetapan yang pasti. Karenanya jodoh, aku tetap di sini untuk terus berikhtiar dan berdo’a, dalam mendandani hati. Semoga ia bisa menjadi peneman hidupku. Kala jika ketika aku hilang arah, ia dapat mengembalikanku pada jalan-Mu. Aku berharap, dan cukuplah pada setiap Doa yang kami terbangkan, cintakanlah kami atas dasar cinta-Mu."
••••
(Dalam Buku "Menuju Baik itu Baik.")



"Mungkinkah kita bertemu pada ujung jalan itu? Atau pada ombak yang ramah itu? Bermain dengan pasir dan desah angin yang membisikkan padaku bahwa ini adalah sebuah jalan yang baru. Itulah keyakinanku padamu, padamu yang pula yakin menungguku dengan mengambil jalan yang sama lurus. Namun ketika sesekali aku membelokkan arah langkah ini, saat itu pula aku pasti tak akan bertemu denganmu. Karena itu, bantulah aku untuk selalu berada di jalan ini. Bersama kita yakinkan dalam diri, bahwa janji-Nya adalah ketetapan yang pasti."
••••
(Dalam Buku "Menuju Baik itu Baik.")



"Berlarilah ketika hatimu telah yakin akan keputusanmu. Aku di sini selalu siap untuk membukakan pintu untukmu. Sebab aku pun berharap, kau akan menemuiku. Kita saling berharap, dan berdo’a, semoga ridho dari-Nya akan datang tepat diwaktu yang tepat. Untuk kita." (Dalam Buku 'Menuju Baik itu Baik')


"Kan kubiarkan rasa ini terlelap sejenak. Menggelepar tak berbekas. Kini harapku kamu ada dalam tiap detik mimpiku. Terlena dalam malammu. Larik-larik senyumanmu di kedalaman senja tadi menjadi takutku sebab apa yang telah kau ucapkan itu adalah membiarkanku berteman dengan jarak."


"Sahabat, ingatkah saat awal perjumpaan kita? Aku berharap kau tak akan melupakannya. Semoga kita bisa tetap bersama, hingga dapat melihat buah hati kita bertemu dan saling mengikrarkan persahabatannya. Kini jarak kita sudah semakin jauh, meski kita masih dapat bertemu dalam satu atau dua bulan sekali, aku syukuri itu. Dan ketika kita jauh, aku mohon dengan sangat luangkanlah waktumu untuk sesekali mengingat kebersamaan kita dahulu. Kini, semoga engkau berhasil di sana sahabat, do’aku akan selalu ada untukmu."Salam melankolis dari saya.... hihihi


"Malam ini aku ingin mengucapkan terimakasih sebab kamu masih setia berada di sampingku, meski kadang mata tak bertemu, namun cukuplah jari-jari kita yang saling menyampaikan kabar dan kerinduan yang mendalam. Sebuah pesan singkat darimu, sungguh aku menantikannya di setiap malam. Sesibuk apa pun kamu, aku harap kita tidak akan saling mendiamkan satu sama lain. Karena kita sama-sama tahu, bahwa kita saling merindu. Apa benar kau pun merindukanku?"

"Siapa pun yang nanti akan menemuiku. Aku akan membukakan pintu hatiku dan membolehkannya masuk dengan baik. Siapa pun yang nanti telah memilihku. Aku akan memilihnya kembali sebagai peneman hidupku. Siapa pun yang nanti akan hidup menua bersamaku. Aku akan berjanji satu hal, bahwa pilihannya tidaklah salah. Aku adalah wanita yang dengan sungguh-sungguh akan mencintainya kembali." .

"Jika perhatian tak dapat kuberikan secara langsung, jika perasaan tak dapat kutunjukkan dengan setiap detiknya. Ketauhilah, akan ada satu jalan untukku agar selalu bisa menunjukkannya, dengan sepenuh hati, dengan impian-impian tentang kebahagianmu. Dalam lima waktu tak lelah ku ikut sertakan selalu namamu di dalamnya. Semoga segala impianmu dapat terwujud, karena impianmu adalah impianku, dan semoga ... ada aku di dalam impianmu itu, aku selalu mendo'akannya." .



"Tuhanku ... Bantulah aku untuk menjadi manusia yang cukup kuat. Menghadapi diriku sendiri dan berani mengakui kelemahanku. Bentuklah aku menjadi manusia yang mampu mewujudkan cita-citaku dan tidak tenggelam dalam angan-angan. Dalam ketersisihanku pada sebuah perbedaan. Aamiin."
.
(Dalam Buku "Menuju Baik itu Baik.")


"Kapan terakhir kamu tersenyum? Jika tidak bisa menjawab karena akhir-akhir ini kamu sering bersedih karena cintamu pergi, tentu harus ada yang diperbaiki. Ketauhilah, tidak semua hal melulu tentang cinta pada pasangan. Masih ada cinta yang selalu menerimamu dengan segala kekurangan. Cinta-Nya, keluarga, para sahabat, dan teman-temanmu yang sempat kau tinggalkan. Ingatlah hari-hari indah yang pernah terukir, tidak ada beban, penuh keramahan, tangan yang menyambut, dan cinta yang abadi."
••••

(Dalam Buku "Ketetapan Terindah.")


"Aku tidak ingin jatuh lagi di lubang yang sama, sekarang saatnya untuk aku membenahi diriku sendiri. Menguatkan tentang iman, menyabarkan tentang penantian, dan membesarkan tentang rasa syukur. Sudah terlalu jauh aku dari itu semua, sebab masa itu yang ada dipikiranku hanya dia dan dia. Setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan setiap detik. Aku melupakan hal yang seharusnya tidak boleh aku lupakan. Cinta bukannya datang terlambat, namun ia sedang memberikan jeda untukmu untuk merindu akan cinta. Belajar untuk bersabar dan ikhlas, semakin besar rasa sabar dan ikhlas, maka akan semakin besar pula rasa ketidakkhawatiran kita terhadap ia yang kapan akan datang."
••••

(Dalam Buku "KETETAPAN TERINDAH.")



"Jika dia benar untukku, dekatkanlah hatiku dengan hatinya. Dan jika bukan, damaikanlah hatiku dengan ketentuan-Mu." (Dalam Buku "Ketetapan Terindah.")



"Sahabat, ingatkah saat awal perjumpaan kita? Aku berharap kau tak akan melupakannya. Semoga kita bisa tetap bersama, hingga dapat melihat buah hati kita bertemu dan saling mengikrarkan persahabatannya. Kini jarak kita sudah semakin jauh, meski kita masih dapat bertemu dalam satu atau dua bulan sekali, aku syukuri itu. Dan ketika kita jauh, aku mohon dengan sangat luangkanlah waktumu untuk sesekali mengingat kebersamaan kita dahulu. Kini, semoga engkau berhasil di sana sahabat, do’aku akan selalu ada untukmu."
••••

(Dalam Buku "MENUJU BAIK ITU BAIK.")




"Ketika perjalanan terasa sepi, sesekali hadiahi dirimu dengan bingkisan kecil untuk menceriakan harimu. Maafkanlah kesalahan mereka yang masih kau rasa. Tidak ada gunanya menyimpan dendam, hal itu hanya akan menciptakan lukamu semakin menganga. Sudahilah rasa bersalah mereka. Damaikanlah pikiranmu dari seluruh kekecewaan itu."
••••

(Dalam Buku "KETETAPAN TERINDAH.")



"Kini lebih baik aku sendiri yang akan mengubah hidupku, sebelum hidup yang mengubahku. Berhenti mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai, lebih baik belajar dan persiapkan diri menjadi seorang yang pantas dicintai. Untukmu dan untuknya ketika satu masa janji suci terikat. Maka itulah hadiah terindah untukmu yang bisa kau dapatkan." .
••••

(Dalam Buku "KETETAPAN TERINDAH.")



"Dedaunan jatuh seribu tahun lamanya, seperti itulah cinta yang kurasakan saat melihatmu. Rasanya aku ingin jatuh selamanya padamu. Selalu merasa dekat dalam pelukan. Rambutmu telah memutih, dan aku masih setia merapikannya. Jemari yang kian terampil merindu untuk terus mengusapnya saat kamu berada jauh dariku, dan yang aku tahu kamu melakukan itu semua adalah untukku. Kebahagiaan yang tercipta saat kebersamaan bertemu. Cinta ini, aku harap bisa berlangsung selamanya."
••••

(Dalam Buku "KETETAPAN TERINDAH.")



"Pergunakanlah waktumu sebaik mungkin untuk menemani orang-orang yang kamu sayangi, terutama pada orang-orang yang menyayangimu. Keluarga. Ingatlah. Tidak semua hal bisa aku mengerti, pahami dan maklumi. Kau tahu? sebagian orang akan merasa cukup jika keberadaannya diakui. Itu saja."
••••

(Dalam Buku "MENUJU BAIK ITU BAIK.")


"Jangan lupa bahwa kita saling mencintai dibandingkan orang lainnya. Penuh kesabaran akan aku yang mengetahui kesungguhanmu. Tidak usah takut jika waktu yang kita tunggu terlalu lama. Sekali lagi aku bilang, janganlah lupa bahwa kita saling mencintai dibandingkan orang lainnya. Mungkin terdengarnya aku berlebihan, bukankah begitu yang kamu pikir? Tapi entahlah, cinta ini terlalu menjanjikan untukku. Aku sangat percaya. Terlebih saat kulihat dirimu yang bersebelahan dengan orangtuamu. Senyum tipis terbingkai dengan jelas saat kuutarakan niatku untuk meminangmu."
••••

(Dalam Buku "Ketetapan Terindah")


"Ada yang sedang melamun. Ada yang sedang sibuk. Setiap detiknya sang pelamun terus saja mengandaikan ia. Andai ia bisa sibuk denganku. Namun aku pun sadar, aku tak punya hak untuk bisa membuatnya sibuk denganku. Sebab hatiku sendiri tidak membawaku pada kebaikan, lantas mengapa ia yang baik harus membawaku pada hatinya? Kini sudahilah cinta yang setengah ini, kan kuberikan sebuah cinta baru yang sebenarnya. Bukan untuk kebahagianku sendiri, melainkan kebahagiaan kita yang didasari atas perintah untuk menjalin hubungan dalam keindahan kebersamaan."


"Pernahkah kita merasakan sebuah kekuatan luar biasa dalam mencintai? Aliran yang deras untuk mendorong kita menjadi lebih baik, lebih bahagia yang sesungguhnya. Namun ketauhilah, sebaik-baiknya aku, adalah lebih baik kamu yang telah membuatku baik. Terimakasih, karena telah menjadikanku lebih baik. Bagiku itu adalah cinta yang sebenar-benarnya. Semoga aku dan kamu selalu dalam keadaan baik, teruntuk kamu, perubah hidupku. Terimakasih aku ucapkan sekali lagi



"Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup, sehingga tidak dapat melihat pintu lain yang dibukakan untuk kita. Lihatlah anak-anak kecil yang bertebaran ke tepi jalan untuk mencari sebuah suara kegembiraan (om telolet om ^^). Bukankah kamu merasa aneh mengapa hal yang hanya seperti itu bisa membuatnya tersenyum dan tertawa lepas? Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya, mereka menciptakan kebahagiaan oleh dirinya sendiri. Kamu pun tentu mampu untuk bahagia seperti mereka dengan caramu sendiri, jangan takut untuk bahagia, jangan takut untuk bermimpi bahagia, bersamanya."



Keyakinan merupakan hal yang sangat penting untuk kita miliki. Jika nyatanya dia benar jodoh kita, yakinlah tentu akan ada takdir yang membawa kita untuk bisa hidup bersamanya. Sama halnya dengan impian, aku ingat sekali ketika dahulu aku meyakini diri sendiri bahwa suatu saat aku bisa memberikan setiap karyaku untuk setiap orang. Di sekitarku mungkin banyak yang tidak percaya. Ketauhilah, memulai itu memang sulit, tapi jika kita tidak memulainya apakah kita akan tahu hasil dari hal yang kita inginkan itu? Jika kamu merasa bisa, kamu benar. Dan jika kamu merasa tidak bisa? Kamu juga benar. Karenanya lebih baik mana? Tentu lebih baik merasa bisa bukan? :)


PART 2 


You May Also Like

0 comments